Kadang orang lain bilang aku bodoh karena masih bertahan. Mereka melihatku tetap berdiri di tempat yang sama, tetap menjaga sesuatu yang tampaknya sudah tak punya bentuk. Mereka mengira aku terjebak, atau terlalu naif untuk melangkah pergi.
Tapi ada satu hal yang mereka tidak tahu:
masih ada doa yang belum sanggup aku akhiri.
Mereka tak pernah mendengar getar paling lirih di dalam dadaku—getar yang lahir dari harapan lama, dari janji yang pernah kupegang erat, dari kebaikan yang pernah membuatku percaya bahwa bertahan adalah pilihan yang layak. Mereka tak melihat air mata yang kubiarkan jatuh dalam diam, saat aku menyebut satu nama atau satu harapan dalam doa yang tak pernah selesai.
Aku diam, bukan karena aku kalah.
Aku bertahan, bukan karena aku tidak punya jalan keluar.
Aku hanya ingin menuntaskan sesuatu yang dulu pernah aku mulai dengan sepenuh hati.
Doa-doa itu seperti simpul halus yang menahanku. Bukan menyakitiku, tapi membuatku merasa masih punya sesuatu yang belum selesai. Ada pintu yang belum tertutup, ada harapan yang belum benar-benar kusudahi, ada rasa yang belum sepenuhnya kuterima kehilangan atau perubahannya.
Tapi seiring waktu, aku juga belajar satu hal penting:
bertahan itu mulia hanya jika tidak melukai diriku sendiri.
Doa boleh dijaga, tapi tidak boleh mengurungku. Ada doa yang memang harus dilepaskan kembali kepada Allah—bukan karena aku menyerah, tetapi karena aku akhirnya mengerti bahwa tidak semua yang kupegang harus kumiliki, dan tidak semua yang kuharapkan harus terjadi.
Kalau pada akhirnya aku melepaskan, itu bukan karena aku berhenti mencintai atau berhenti berharap. Itu karena aku memilih diri sendiri.
Dan jika aku tetap bertahan, itu pun bukan karena aku bodoh.
Hanya aku yang tahu cerita lengkapnya.
Hanya aku yang tahu apa yang pernah membuatku berjuang.
Hanya aku yang tahu doa mana yang masih belum sanggup aku akhiri.
Pada akhirnya, entah aku bertahan atau melepaskan, aku hanya ingin satu hal:
menjadi manusia yang tetap jujur pada hatiku sendiri—dan tetap dekat pada Allah Tuhan semesta alam, yang memahami segalanya, bahkan doa yang tak sanggup kuakhiri sekalipun.
🌙 Catatan Menyapa Hati
Kadang yang paling sulit bukan bertahan atau melepaskan,
tapi jujur bahwa hatimu sedang belajar mengenali apa yang Allah titipkan dan apa yang Ia minta untuk kamu pulangkan.
Pelan-pelan…
hatimu sedang dibimbing agar lebih kuat, lebih ikhlas, dan lebih pasrah.
Jangan terburu-buru menutup doa yang belum selesai.
Tapi jangan takut pula melepaskan jika itu yang membuatmu kembali pulang kepada dirimu sendiri.
