Alkisah — Di masa Bani Israil, hiduplah seorang lelaki yang terkenal karena ketekunannya beribadah.
Hari-harinya penuh dengan sujud dan doa, malam-malamnya dipenuhi zikir dan munajat.
Orang-orang menyebutnya al-‘Abid — sang ahli ibadah.
Ia hidup sederhana, jauh dari dunia, dan menjadi teladan bagi banyak orang.
Namun di dekat tempat tinggalnya, ada seorang lelaki lain — pendosa yang dikenal karena kemaksiatannya.
Lidahnya kotor, perbuatannya hina, hatinya jauh dari cahaya kebaikan.
Semua orang tahu siapa dia, dan menghindarinya.
Suatu hari, sang ahli ibadah melihat si pendosa itu sedang berbuat maksiat di depan matanya.
Hatinya bergejolak — bukan karena iba, tapi karena rasa tinggi dalam dirinya.
Ia memandang dengan jijik, dan berkata,
“Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni orang ini. Dosanya terlalu besar.”
Ucapan itu ringan di lisannya, tapi sangat berat di sisi Allah.
Maka Allah menurunkan wahyu kepada seorang nabi dari kalangan Bani Israil:
“Katakan kepada orang yang beribadah itu:
Apakah engkau hendak mendahului-Ku dalam urusan-Ku?
Apakah engkau berani memastikan siapa yang Aku ampuni dan siapa yang tidak?
Sungguh, Aku telah mengampuni orang yang engkau cela itu,
dan Aku telah menghapus seluruh amal ibadahmu.”
Dan seketika, lenyaplah semua ibadah yang telah ia lakukan selama bertahun-tahun.
Sujudnya, zikirnya, malam-malam panjangnya — semuanya hilang.
Bukan karena kurangnya amal, tapi karena satu kalimat yang lahir dari kesombongan hati.
🌙 Pelajaran dari Kisah Ini
Kita bisa beribadah seumur hidup, tapi satu rasa tinggi di hati bisa menghancurkan semuanya.
Kesombongan spiritual — merasa lebih suci, lebih layak, lebih dekat pada Tuhan daripada orang lain —
adalah racun halus yang sering tak disadari.
Allah tidak melihat banyaknya ibadah,
tapi melihat hati yang mengerjakan ibadah itu.
Mungkin seseorang tampak penuh dosa di mata manusia,
tapi di mata Allah, ia sedang menempuh jalan taubat yang tulus.
Sementara yang tampak saleh di luar, bisa saja terhalang rahmat-Nya karena sombong dan merasa paling benar.
🍃 Refleksi Menyapa Diri
Jangan pernah merasa lebih baik dari siapa pun.
Kita tidak tahu bagaimana akhir hidup seseorang,
dan kita tidak tahu bagaimana Allah menilai hati manusia.
Kadang yang tampak buruk di luar justru sedang diperbaiki Allah dari dalam,
sedangkan yang tampak baik di luar, perlahan dikosongkan karena kesombongannya sendiri.
Beribadahlah dengan rendah hati.
Bukan untuk dibandingkan, bukan untuk dipamerkan,
tapi untuk menundukkan diri — agar kita tak lupa bahwa semua kebaikan hanyalah titipan dari-Nya.
✨ Catatan kecil:
Kesombongan bisa bersembunyi dalam bentuk paling halus — bahkan dalam rasa “aku lebih dekat dengan Tuhan.”
Karena itu, jaga hati agar ibadah tak berubah menjadi kebanggaan,
dan agar setiap sujud tetap menjadi bentuk tunduk, bukan pamer suci.
📜 Dasar Kisah dalam Hadits
Kisah ini bersumber dari hadits sahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih Muslim no. 2621.
Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ada seorang laki-laki berkata:
‘Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.’
Maka Allah berfirman:
‘Siapakah yang berani bersumpah atas nama-Ku bahwa Aku tidak akan mengampuni si fulan?
Sungguh Aku telah mengampuni orang itu, dan Aku telah menggugurkan amalmu.’”
— (HR. Muslim, no. 2621)
🌸 Penutup
Kisah ini bukan sekadar cerita lama dari Bani Israil.
Ia adalah cermin bagi setiap hati yang beribadah:
Bahwa ibadah tanpa kerendahan hati bisa menjerumuskan,
sementara dosa dengan penyesalan bisa menyelamatkan.
“Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(QS. Az-Zumar: 53)
Semoga kita semua dijauhkan dari kesombongan dan diberi hati yang lembut untuk selalu berharap pada ampunan-Nya. 🤲
