Pernahkah kamu memperhatikan seekor burung yang bertengger di atas ranting pohon?
Ia duduk dengan tenang, seolah dunia tak pernah mampu menggoyahkannya.
Padahal ranting itu bisa patah kapan saja.
Namun burung itu tetap damai. Tanpa cemas. Tanpa takut kehilangan pijakan.
Mengapa?
Karena burung itu tidak percaya pada rantingnya.
Ia percaya pada sayapnya — pada kemampuan yang diberikan Sang Pencipta untuk terbang kapan pun ia membutuhkannya.
Ranting-ranting dalam hidup kita
Kita juga punya “ranting”:
pekerjaan, hubungan, kenyamanan, zona aman, validasi orang lain.
Kita merasa aman selama semuanya utuh.
Dan saat ranting itu mulai rapuh, kita panik…
seolah hidup ikut retak bersamanya.
Padahal sejak awal, kita tahu:
ranting tidak pernah benar-benar kuat.
Yang kuat adalah apa yang Allah titipkan di dalam diri kita:
ketabahan, keberanian, keyakinan, kemampuan untuk bangkit.
Ketakutan yang sesungguhnya
Sering kali yang kita takuti bukan patahnya ranting,
tetapi hilangnya rasa aman yang selama ini kita gantungkan pada sesuatu yang semu.
Kita lupa bahwa kita punya “sayap” — kemampuan untuk kembali mencoba dan kembali hidup.
Kadang Allah memang mengizinkan ranting itu patah,
bukan untuk menjatuhkan,
tetapi agar kita ingat bahwa kita bisa terbang.
Pelajaran dari seekor burung kecil
Dari burung kecil itu, kita belajar:
• Jangan meletakkan seluruh rasa aman pada hal yang bisa hilang.
• Jangan menggantungkan ketenangan pada sesuatu yang tidak pasti.
• Jangan takut kehilangan pijakan, selama kamu tidak kehilangan keberanian.
Sebab Tuhan tidak akan menjatuhkanmu tanpa menyiapkan caramu untuk bangkit.
Kamu tidak diciptakan hanya untuk bertahan
Burung tidak diciptakan untuk bertengger selamanya.
Ia diciptakan untuk terbang.
Begitu pula kamu.
Hidup bukan hanya tentang menggenggam satu keadaan,
tetapi tentang berani bergerak ketika keadaan berubah.
Dan ketika kamu mulai percaya pada apa yang Allah tanamkan di dalam dirimu,
rasa takut itu perlahan mengecil.
Sebab ranting bisa patah kapan saja.
Tapi sayapmu? Tidak.
🌿Catatan dari Menyapa Hati:
Kadang Allah tidak meminta kita bertahan,
Ia hanya meminta kita percaya —
bahwa ketika sesuatu di luar diri kita runtuh,
Ia sudah menyiapkan kekuatan di dalam diri kita
untuk kembali terbang.
