Dulu aku berpikir, ketenangan akan datang kalau semua masalahku selesai.
Kalau utang lunas, orang tua sehat, hubungan beres, pekerjaan lancar.
Aku kira setelah itu, aku baru bisa tenang.
Tapi ternyata… hidup nggak sesederhana itu.
Masalah datang lagi dan lagi.
Kadang lebih berat, kadang berganti bentuk.
Seolah hidup ini seperti lomba maraton tanpa garis finish —
baru satu selesai, dua lagi menunggu di tikungan.
Capek. Capek banget.
Sampai suatu hari, aku mendengar satu kalimat yang mengubah cara pandangku tentang hidup:
“Kamu bukan pikiranmu. Kamu bukan perasaanmu.
Kamu adalah kesadaran yang mengamatinya.”
Awalnya aku tidak mengerti. Tapi aku coba pahami.
Keesokan harinya, aku duduk diam.
Pikiran datang: “Gimana kalau nanti gagal?”
Perasaan muncul: “Kenapa aku masih cemas, kenapa aku nggak bisa tenang?”
Tapi kali ini, aku tidak ikut tenggelam.
Aku hanya duduk diam.
Menarik napas.
Dan dalam hati, aku berkata perlahan:
“Aku lepaskan semuanya.”
Pikiran. Emosi. Cerita. Identitas. Semuanya.
Beberapa menit berlalu.
Aku hanya mengamati apa yang muncul.
Tanpa menolak, tanpa menghakimi, tanpa berusaha mengubah apa pun.
Dan perlahan… sesuatu yang berbeda terasa.
Keheningan.
Ketika aku bisa mengamati pikiranku, aku sadar — aku bukan pikiran itu.
Ketika aku bisa melihat perasaanku, aku sadar — aku bukan perasaan itu.
Ada sesuatu yang lebih dalam… yang hanya mengamati, dengan tenang.
Dari sana, muncul perasaan damai yang tidak datang dari luar.
Bukan karena masalahku selesai, tapi karena aku berhenti mencari ketenangan dari hal yang tidak bisa aku kendalikan.
Ketenangan itu ternyata sudah ada — di dalam diriku sendiri —
menunggu ditemukan saat aku berhenti berlari.
Setelah itu, aku kembali beraktivitas seperti biasa.
Bekerja, berbicara, berinteraksi.
Tapi kali ini, semua itu muncul dari ruang keheningan — bukan dari kegelisahan.
Aku tetap hadir, tapi bukan sebagai “aku” yang penuh beban,
melainkan sebagai kesadaran itu sendiri.
🌙 Penutup
Ketenangan sejati tidak datang ketika masalah selesai.
Ia datang ketika kita berhenti mengidentifikasi diri dengan masalah itu.
Saat kita belajar untuk hadir — mengamati, bukan melawan.
Dan dari sanalah, hidup terasa lebih ringan, lebih jernih, lebih utuh.
✨ Catatan kecil dari Menyapa Diri:
Mungkin bukan dunia di luar yang perlu lebih tenang,
tapi hati di dalam yang perlu lebih hadir.
