Ada malam-malam di mana aku duduk lama, menatap langit, lalu tersenyum kecil tanpa alasan yang jelas.
Bukan karena aku sedang bahagia sepenuhnya, tapi karena aku akhirnya mengerti sesuatu —
bahwa hidup ini, rupanya, sedang menepati janji-janji yang dulu pernah kuucapkan diam-diam.
Dulu, aku sering memimpikan ketenangan. Tapi aku tak tahu bentuknya seperti apa.
Aku hanya tahu, aku ingin sampai di titik di mana aku bisa bernapas tanpa terburu-buru,
mencintai tanpa takut kehilangan, dan bekerja tanpa merasa dikejar waktu.
Aku tak pernah benar-benar berdoa untuk itu.
Aku hanya… berharap dalam diam.
Kadang sambil menatap hujan dari balik jendela,
atau saat perjalanan pulang di malam hari.
Dan anehnya, waktu berjalan pelan-pelan menuju semua itu.
Tak selalu indah — ada hari-hari penuh kehilangan,
ada orang-orang yang pergi tanpa pamit,
ada keputusan yang pernah kusesali.
Tapi mungkin, semua itu adalah cara semesta membentuk jalan menuju keinginan
yang dulu tak pernah berani kuucap.
Sekarang, aku duduk di tempat yang dulu bahkan tak pernah kubayangkan akan kusebut “rumah.”
Aku minum kopi pagi sambil mendengar suara burung,
menulis dengan tenang, dan merasakan bahwa aku telah sampai
pada suatu bentuk kebahagiaan yang sederhana —
bukan karena segalanya sempurna,
tapi karena aku bisa menerimanya apa adanya.
Kadang aku berpikir:
Mungkin yang terjadi pada kita sekarang
bukan hasil dari doa-doa yang kita ucapkan,
melainkan dari keinginan-keinginan kecil yang pernah mampir di hati.
Keinginan yang tak terlafalkan,
tapi tetap diingat oleh semesta.
Dan malam ini, aku hanya ingin berterima kasih —
bukan untuk apa yang kupunya,
tapi untuk semua hal yang dulu pernah kuinginkan dalam diam,
dan kini pelan-pelan menjadi nyata.
✨ Catatan dari Menyapa Hati:
Ada doa-doa yang tak pernah terucap,
tapi semesta — dengan lembut — tetap mendengarnya. 🌷
