Sudah bertahun-tahun sejak pertemuan itu.
Kadang aku lupa bagaimana suara tawanya, tapi rasanya tetap kuingat — seperti gema yang samar namun tak pernah benar-benar hilang.
Banyak hal berubah sejak saat itu. Aku pindah rumah, pekerjaan berganti, dan lingkaran hidupku pun perlahan berbeda. Tapi ada satu hal yang tetap: cara aku memandang hidup.
Dulu, aku selalu mengukur kebahagiaan dari apa yang kupunya, atau siapa yang ada di sisiku.
Sekarang, aku lebih sering menemukannya dalam hal-hal yang tidak menuntut apa-apa — aroma kopi yang baru diseduh, halaman buku yang kubaca ulang, langkah kaki di pagi buta saat jalanan masih sepi.
Kadang, di tengah rutinitas, aku tiba-tiba merasa hangat.
Bukan karena ada sesuatu yang luar biasa terjadi, tapi karena aku sadar — aku sedang hidup di dalam hal-hal yang dulu pernah aku inginkan.
Bekerja dengan tenang. Menulis tanpa tekanan.
Menjadi seseorang yang bisa tertawa bahkan saat sendirian.
Dulu aku pikir, ketenangan itu datang dari seseorang.
Ternyata, ia tumbuh perlahan di dalam diri — setelah cukup banyak kehilangan, hingga akhirnya tahu cara menghargai yang tersisa.
Aku belajar bahwa semesta tak pernah lupa mencatat keinginan kita, bahkan yang paling kecil, yang paling samar.
Hanya saja, ia tak memberikannya sekaligus.
Ia menunggu sampai kita siap menerimanya — dengan cara yang tak lagi tergesa, tak lagi penuh tuntutan.
Sekarang aku tak banyak berdoa dengan kata-kata panjang.
Aku lebih sering berbicara lewat rasa syukur —
untuk pagi yang tenang, untuk hati yang lapang,
untuk setiap peristiwa yang dulu kuanggap kebetulan,
tapi ternyata bagian dari rancangan besar yang belum kumengerti sepenuhnya.
Dan kalau suatu hari nanti aku bertemu lagi dengan seseorang — entah dia orang lama atau baru —
aku tak akan berharap ia melengkapi hidupku.
Cukup jika ia datang sebagai pengingat,
bahwa cinta, seperti halnya hidup, tak perlu selalu diminta keras-keras agar datang.
Karena mungkin, seperti yang sudah diajarkan waktu,
beberapa hal terindah memang tumbuh dari doa yang tak pernah diucapkan.
🌿 Catatan dari Menyapa Hati:
Kadang, yang paling tulus bukan yang paling banyak diucapkan,
tapi yang paling tenang diterima — di antara kita dan semesta.
